Lingkungan

Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Simpul Walhi Gorontalo Serukan Moratorium Industri Ekstraktif

×

Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Simpul Walhi Gorontalo Serukan Moratorium Industri Ekstraktif

Sebarkan artikel ini
Melalui poster masa aksi, mengampanyekan bahaya industri ekstraktif. (Foto: Simpul Walhi Gorontalo)
Melalui poster masa aksi, mengampanyekan bahaya industri ekstraktif. (Foto: Simpul Walhi Gorontalo)

Hibata.id – Simpul Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo meminta pemerintah untuk melakukan Moratorium Industri Ekstraktif di Provinsi Gorontalo.

Hal tersebut diserukan Simpul Walhi Gorontalo saat menggelar aksi refleksi Hari Lingkungan Hidup Sedunia, pada 5 (5/6/2024) di jembatan Talumolo 2, Kota Gorontalo.

Scroll untuk baca berita

Kegiatan itu dimulai dengan mimbar bebas, masing-masing perwakilan organisasi mengisinya dengan membawakan orasi ilmiah dan pembacaan puisi.

Unjuk rasa itu juga diwarnai dengan aksi teatrikal yang dibawakan oleh Indira Lomban dari Indung Art Project.

Indira melumuri tubuhnya dengan lumpur, memakai sungkup oksigen dan meneriakan “bumi menderita”.

Baca juga: Pemkot Gorontalo Lakukan Aksi Bersih-bersih Pantai di Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Baca Juga:  Aktivis Soroti Kerusakan Lingkungan dan Kebijakan Investasi Tambang di Pohuwato

Apa yang dikatakan Indira itu melambangkan jika kondisi bumi saat ini sedang di ambang kehancuran.

Indira menutup aksi teatrikalnya dengan membacakan puisi, “Membaca Tanda-Tanda” karya Taufik Ismail.

Setelah itu Simpul Walhi Gorontalo membentangkan spanduk yang bertuliskan “Pulihkan Gorontalo, Moratorium Industri Ekstraktif di Provinsi Gorontalo”.

Permintaan Moratorium Industri Ekstraktif dipercaya sebagai jalan untuk pulihkan Gorontalo atas ketidakpercayaan mereka terhadap kehadiran industri ekstraktif di Provinsi Gorontalo.

Renal Husa, Dinamisator Simpul Walhi Gorontalo mengatakan, industri ekstraktif merusak sumber daya alam secara masif, dan mengambil hak-hak rakyat.

“industri ekstaktif merusak juga menimbulkan bencana ekologis yang merugikan,” kata Renal Husa melalui rilis yang diterima Hibata.id

Pembentangan spanduk di jembatan talumolo 2. (Foto: Simpul Walhi Gorontalo)
Pembentangan spanduk di jembatan talumolo 2. (Foto: Simpul Walhi Gorontalo)

Tarmizi Abbas, Koordinator Institute for Human and Ecological Studies (Inhides), dalam orasinya bilang. Provinsi Gorontalo sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.

Baca Juga:  Desa Uwedikan Inisiasi Perhutanan Sosial Kawasan Mangrove

Menurutnya, pemerintah sedang gencar-gencarnya mendorong investasi, meminggirkan rakyat bahkan mengambil ruang-ruang mereka.

“Tahun 2022 lalu, lima orang petani yang ada di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, dikriminalisasi oleh perusahaan sawit,” katanya

“Kriminalisasi yang dilakukan itu pun tanpa prosedur yang jelas. Mereka dijemput paksa oleh polisi menggunakan mobil perusahaan.” sambungnya

Tarmizi bilang, hal menjadi tanda jika kriminalisasi bisa terjadi saat kita sedang mempertahankan ruang-ruang hidup.

“Juga sebagai sebuah gambaran kecil dari konflik agraria yang sedang terjadi di Provinsi Gorontalo,” jelasnya

Baca Juga:  Dibalik Tambang Emas Ilegal, Siapa Dalang Utama PETI Boliyohuto?

Baca juga: Video Viral BPD dari Bonebol Tak Kebagian Makanan di Hotel Manado

Puput Pakaya, salah satu Dinamisator Simpul Walhi Gorontalo juga mengatakan aksi tersebut untuk mengkampanyekan bahaya industri ekstraktif.

Pasalnya, kata Puput, saat ini industri ekstraktif sudah mulai merambah hampir di setiap Kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo.

“Masyarakat Gorontalo perlu tahu, jika industri ekstraktif itu sangat destruktif. Menimbulkan konflik agraria, perebutan ruang hidup dan bencana ekologis,” ujarnya

Ketahui, aksi refleksi tersebut, diakhiri dengan penandatanganan pada spanduk bertuliskan “moratorium industri ekstraktif di Gorontalo” sebagai bentuk dukungan.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600