Hibata.id – Tiga orang petani plasma di Kabupaten Buol mengalami penganiayaan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai buruh kebun PT. Hardaya Inti Plantations (HIP). Peristiwa itu terjadi pada Selasa 7 Mei 2024 di perkebunan plasma milik Koperasi Awal Baru di Desa Balau, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sekelompok orang yang mengaku buruh kebun PT. HIP itu awalnya tengah melakukan panen paksa dan memuat Tandan Buah Segar (TBS) di tanah milik petani plasma. Pemilik lahan yang juga petani plasma pun melakukan protes, dan mempertanyakan panen paksa yang dilakukan sekelompok orang itu.
Namun, setelah dikonfirmasi pihak officer kebun maupun para buruh, mereka mengaku tindakanya bukan atas perintah PT. HIP, tetapi keinginan sendiri. Alasan, mereka ingin mencari penghasilan, agar tetap dapat upah dari perusahaan. Hal itu pun dibenarkan oleh security perusahaan yang berada di lokasi.
Diketahui, sejak tanggal 8 Januari 2024 hingga saat ini, petani plasma buol yang tergabung dalam Forum Petani Plasma Buol melakukan aksi penghentian sementara operasional kebun mereka yang berada di lima desa. Salah satu kebun yang dihentikan operasionalnya adalah milik Koperasi Awal baru yang berada di Desa Balau dan Desa Maniala.
Baca juga: Aksi Penghentian Sementara Operasional Kebun Petani Plasma Buol Terus Dicekal
Aksi itu dilakukan lantaran kerjasama-kemitraan dengan pihak mitra inti yakni PT. HIP yang telah berlangsung sekitar 16 tahun sudah sangat merugikan para petani pemilik lahan. Sejak kerjasama itu dibuat, petani plasma tidak menerima bagi hasil penjualan TBS atau sisa hasil usaha (SHU) dari perusahaan.
Tak hanya itu, petani plasma juga belum menerima ganti rugi atas pengalihan tanaman produktif kebun mereka sebelum ditanami sawit. Ironisnya lagi, banyak dari mereka tidak masuk sebagai anggota pemilik lahan dalam SK Bupati tentang calon petani dan calon lokasi (CPCL).
Olehnya, Petani plasma di Buol berkomitmen, operasional kebun mereka akan terus dihentikan selama tuntutan-tuntutan itu belum diselesaikan. Mereka meminta masalah tersebut bisa diselesaikan melalui perundingan yang saling terbuka, adil, dan menguntungkan antara pihak petani dengan PT. HIP hingga pemerintah.
Akibatnya, penghentian sementara operasional kebun milik petani plasma di Buol itu yang membuat sekelompok orang yang mengaku sebagai buruh kebun PT. HIP itu melakukan panen paksa. TBS yang berasal dari kebun milik petani plasma itu pun telah dimuat di truk jonder yang dibawa oleh sekelompok orang itu.
Baca juga: Kebun Petani Plasma di Buol Didatangi Puluhan Personel Brimob, Ada Apa?
Dari peristiwa itulah membuat petani plasma Buol geram. Mereka mencoba beramai-ramai menurunkan kembali TBS yang berada di truk jonder. Saling dorong antara petani plasma dan sekelompok orang pun terjadi. Ada pun petani yang langsung menaiki truk jonder tersebut. Petani plasma dan sekelompok buruh itu pun bentrok.
Akibatnya, ada 3 orang petani terjatuh dari atas bak truk jonder akibat tak mau TBS mereka dipanen paksa. Tiga orang itu diantaranya Aris, Masnia dan Mada Yunus. Mereka pun mengalami cedera dan langsung bawa lari Puskesmas terdekat agar bisa mendapatkan perawatan.
Fatrisia Ain, Koordinator Forum Petani Plasma Buol mengatakan, korban bernama Aris mengalami cedera di bagian kedua tangannya dan paha karena saat didorong tubuhnya sempat terbentur besi jonder hingga terpental jatuh ke tanah. Ia juga dikeroyok oleh sekelompok buruh, dan areal dadanya dipukul oleh salah satu security perusahaan.
Semenara, Ibu Masnia didorong turun dari atas truk jonder kemudian dikeroyok oleh sejumlah buruh dengan cara dijambak hingga kerudungnya terlepas. Kedua lengannya Ibu Masnia pun ditarik-tarik.
Baca juga: “Ada Upaya Menggagalkan Aksi Petani Plasma Sawit di Buol Besok!”
Adapun, Pak Mada Yunus terkena buah sawit saat seorang pemanen memaksa melempar TBS ke atas bak jonder. Pak Mada Yunus pun didorong sampai jatuh tertelungkup di tanah, mengakibatkan kakinya bengkak tidak dapat berjalan hingga mengalami pusing.
“Atas perlakuan atau kekerasan yang dialami, para petani ingin melaporkan kejadian tersebut ke Polres Buol bahwa telah terjadi penganiayaan, hingga pencurian TBS oleh kelompok buruh di kebun plasma yang sedang disengketakan,” kata Fatrisia Ain melalui rilis yang diterima.
Fatrisia pun mengaku sangat menyayangkan peristiwa ini. Padahal, katanya, aksi sekelompok buruh ini sudah sebelumnya sudah dilaporkan ke Polres Buol, PT HIP, hingga Pemerintah Kabupaten Buol. Ia bilang, laporan itu untuk mencegah terjadinya konflik antara petani plasma dan sekelompok buruh.
Sayanya, kata Fatrisia, laporan itu ternyata tidak membuat efek gerah. Sebaliknya, sekelompok buruh justru melakukan tindakan yang sangat merugikan petani plasma buol, hingga mengakibatkan luka dan cedera pada para petani.
“Seharusnya, buruh dapat menempuh penyelesaian secara hubungan ketenagakerjaan dengan PT HIP, karena perusahaan yang memberikan upah. Hal itu bisa dimediasi oleh Dinas Ketenagakerjaan setempat,” jelasnya
“Bukan justru melakukan panen paksa seperti ini di kebun milik masyarakat. Apalagi pihak perusahaan tidak mengakui memerintahkan buruhnya untuk pemanenan tersebut,” sambungnya
Baca juga: Sudah 16 Tahun, Petani Plasma Sawit di Buol Masih Gigit Jari
Fatrisia bilang, dirinya juga sangat kecewa dengan pemerintah setempat yang lamban dan seolah melakukan pembiaran atas masalah yang sedang terjadi ini. Ia bilang, pembiaran ini sangat berbahaya dan dapat dikhawatirkan memicu terjadinya konflik horizontal yang lebih parah lagi.
“Harusnya, pemerintah daerah dapat mengambil langkah yang cepat untuk melindungi hak-hak para pemilik lahan, begitu pula hak ketenagakerjaan pihak buruh perusahaan,” tegasnya
Meski begitu, Fatrisia menegaskan, yang paling dirugikan dari masalah ini adalah petani plasma. Pasalnya, sudah sekitar 16 tahun, petani plasma tidak pernah mendapat penghasilan apapun dari kebun mereka yang masuk dalam program kemitraan dengan PT. HIP.
Ia berharap, pemerintah daerah dapat mengambil tanggung jawab untuk meringankan beban hidup para petani plasma yang gagal kesejahteraan melalui program revitalisasi perkebunan ini. Hingga kini, katanya, perusahaan pun tidak memberikan kepastian bagi para pemilik lahan.
“Mereka sudah kehilangan pendapatan dari lahan mereka sendiri akibat praktik kemitraan tersebut,” pungkasnya