Hibata.id – Langit Limboto tampak muram Kamis pagi itu. Di Perumahan Asparaga, kabar duka datang tanpa aba-aba. Prof. Dr. H. Rustam Hs. Akili, S.E., S.H., M.H., salah satu tokoh terkemuka Gorontalo, tutup usia pukul 03.00 WITA, dalam sunyi rumahnya, setelah sekian waktu melawan sakit.
Tak lama berselang, orang-orang mulai berdatangan. Salah satunya Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea. Datang bersama jajaran pemerintah dan para tokoh masyarakat, Adhan berdiri dalam diam di antara kerumunan pelayat. Rautnya serius, matanya tak bisa menyembunyikan kehilangan.
“Beliau bukan sekadar politisi. Ia panutan. Teladan. Sosok langka yang berjalan dengan integritas dan jiwa sosial yang tulus,” ujar Adhan saat ditemui di rumah duka, Kamis (1/5/2025).
Adhan mengaku sempat menjenguk Rustam saat masih dirawat di rumah sakit. Saat itu, kata Adhan, almarhum berbicara dengan suara yang tak lagi sekuat dulu, tapi tetap jernih menyampaikan pesan. Bukan pesan pribadi, melainkan wasiat moral untuk daerah yang dicintainya.
“Beliau minta kita semua di Gorontalo ini saling merangkul. Jangan biarkan perbedaan memecah. Ia menginginkan kita bersatu, mendukung satu sama lain, membangun kesejahteraan bersama,” kenang Adhan, dengan suara yang ikut bergetar.
Bagi Adhan, pesan itu bukan sekadar ucapan menjelang ajal, melainkan warisan moral yang seharusnya dipikul bersama—terutama di tengah arus konflik sosial dan politik yang terus menguji ketangguhan Gorontalo.
Rustam Akili bukan nama asing. Ia melintas di berbagai medan pengabdian: politik, hukum, pendidikan, bahkan sosial kemasyarakatan. Gelar akademik panjang di belakang namanya bukan sekadar hiasan, melainkan penanda dedikasi pada ilmu dan rakyat.
Dari ruang parlemen hingga bangku kuliah, dari forum resmi sampai lapangan masyarakat, Rustam berdiri sebagai figur yang dipercaya. Ia dikenal bersih, keras pada prinsip, namun lembut dalam membina.
Setelah disalatkan di masjid dekat rumah duka, jenazah Rustam Akili dimakamkan di pekuburan keluarga di Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo. Ratusan pelayat mengikuti iring-iringan dengan khidmat. Beberapa menangis, yang lain terdiam, semua larut dalam kehilangan yang sama.
Tokoh-tokoh dari berbagai kalangan hadir memberikan penghormatan terakhir. Tak sedikit yang mengenang jasa-jasa Rustam dalam membangun daerah ini, dengan cara yang bersahaja namun berdampak luas.
Dalam kesedihan yang menyelimuti, Adhan Dambea menyampaikan penegasan: “Apa yang beliau tinggalkan bukan hanya kenangan, tapi nilai. Dan itu tak boleh hilang bersama jasadnya. Kita punya tanggung jawab untuk melanjutkan cara hidupnya yang jujur, bersih, dan berpihak kepada rakyat.”
Prof. Rustam Akili telah pergi. Tapi dalam keheningan tanah Tibawa, dan gema doa di masjid kecil Dutulanaa, semangatnya masih menyala. Ia mungkin telah tiada, tapi jejak integritas dan kepeduliannya tetap menyala di ingatan kolektif Gorontalo.