Oleh: Mansur Martam – Penyuluh Agama Kabupaten Boalemo
Opini – Pohuwato, tanah subur yang dahulu hijau, kini penuh dengan lubang-lubang emas yang menggoda. Tapi siapa peduli dengan kehijauan jika kilauan emas lebih menarik? Alam memang murah hati, menyediakan tambang emas berlimpah, dan manusia pun tak mau kalah dalam kerakusan.
Kini, kita boleh berbangga. Pohuwato dikenal bukan lagi karena sawahnya yang luas atau hutannya yang rimbun, melainkan karena kreativitas warganya dalam menciptakan “danau-danau instan” bekas galian tambang. Suatu inovasi luar biasa! Tak perlu studi kelayakan, tak perlu izin resmi—cukup dengan alat berat dan keberanian.
Namun, ketika banjir datang, rumah-rumah terendam, sawah hancur, dan warga kehilangan harta benda, siapa yang harus disalahkan? Oh, tentu bukan penambang! Mungkin ini salah hujan yang terlalu deras, atau mungkin Tuhan yang kurang bijak dalam mengatur cuaca.
Solusi Cemerlang dari Kaum Bijak Bestari
Beruntung, kita memiliki solusi jenius! Lubang-lubang bekas tambang kini mulai ditutup kembali. Luar biasa! Kita baru menyadari perlunya pemulihan setelah setengah hutan hilang, sungai penuh lumpur, dan tanah longsor menelan kebun-kebun rakyat. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?
Yang lebih menarik, ini adalah aksi gotong royong! Para penambang sendiri yang menutup lubang-lubang itu. Bukankah ini bukti kepedulian? Bukti bahwa mereka juga memikirkan generasi mendatang? Karena tentu saja, setelah mereka puas mengeruk emas dan meninggalkan kehancuran, tanggung jawab pemulihan lingkungan tetap ada di tangan mereka.
Patut kita syukuri. Jika lubang-lubang ini dibiarkan, anak cucu kita bisa bermain perahu di bekas tambang yang penuh genangan. Kalau beruntung, mungkin kita bisa membuka bisnis wisata “Eksplorasi Danau Emas Pohuwato”.
Akhir Kata: Negeri yang Tak Pernah Belajar
Mari kita tepuk tangan untuk kehebatan kita dalam mengulangi kesalahan yang sama. Tidak perlu belajar dari banjir kemarin, karena pasti akan ada “bencana baru” yang bisa kita sesali nanti.
Satu hal yang pasti: lubang-lubang emas mungkin bisa ditutup, tetapi lubang dalam akal sehat kita masih menganga lebar.