Hibata.id – Insiden kekerasan dan upaya pembatasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas peliputan kembali terjadi, kali ini melibatkan seorang Perwira Menengah (Pamen) Polda Gorontalo. Peristiwa tersebut memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk komunitas jurnalis di Gorontalo.
Para jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Gorontalo (SJG) menggelar aksi di Mapolda Gorontalo pada Senin (24/12/2024) sebagai bentuk protes atas tindakan tersebut.
Dalam aksi itu, Kapolda Gorontalo, Irjen Pudji Prasetijanto Hadi, secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jurnalis yang merasa dirugikan akibat kelalaian anggotanya. Ia juga berkomitmen mengganti kerusakan alat kerja jurnalis yang terdampak dalam insiden tersebut.
Namun, permintaan maaf dan tawaran ganti rugi dari pihak Polda Gorontalo dinilai belum cukup. Solidaritas Jurnalis Gorontalo merasa sanksi terhadap oknum polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) itu belum jelas.
Untuk itu, mereka memilih membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi dengan melaporkan oknum tersebut langsung ke Divisi Propam Mabes Polri di Jakarta.
Surat laporan resmi itu ditandatangani oleh perwakilan tiga organisasi jurnalis di Gorontalo, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gorontalo, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Gorontalo, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo.
Laporan tersebut diajukan pada 24 Desember 2024, sebagai bentuk solidaritas dan perjuangan melawan intimidasi terhadap jurnalis.
Sebelumnya, pihak Redaksi RTV Pusat di Jakarta juga telah melaporkan kasus serupa ke Mabes Polri. Salah satu kontributor RTV Gorontalo diduga menjadi korban tindakan represif dan penghalangan kerja jurnalistik oleh Kombes Pol Tony S.P. Sinambela, yang menjabat sebagai Karo Ops Polda Gorontalo.
Tuntutan Penegakan Hukum
Komunitas jurnalis berharap Divisi Propam Mabes Polri dapat segera memproses laporan tersebut secara transparan dan profesional. Langkah ini diambil demi memastikan tidak ada lagi tindakan intimidasi terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum terhadap aparat yang melanggar kode etik dan hak-hak dasar profesi jurnalis.
Kebebasan pers, yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, harus tetap dijaga demi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.