Selain itu, masuknnya Prajurit TNI/Polri ke jabatan ASN juga akan mengurangi pos-pos jabatan karir dì masing-masing instansi untuk diisi para perwira TNI atau Polri yang memiliki kompetensi dan pengalaman berbeda.
“Di sisi personel TNI-Polri juga akan muncul mindset baru, bahwa mereka tak lagi bercita-cita sebagai militer atau polisi yang profesional, tetapi akan lebih membangun kedekatan pada kekuasaan politik untuk mendapat jatah di birokrasi,” tandasnya.
Bayang-Bayang Dwifungsi ABRI
Sementara Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy menilai sejak awal, UU ASN ini bertentangan dengan agenda reformasi. Sebab pemerintah sedang membuka pintu seluas-luasnya bagi TNI/Polri untuk menempati posisi yang seharusnya ditempati masyarakat sipil.
“Hal ini jelas berbahaya bagi demokrasi karena dapat berpotensi kembali ke bayang-bayang peran dwifungsi ABRI,” kata Andi kepada Liputan6.com di Jakarta.
Lebih baik kata Andi, pemerintah patuh dengan konstitusi di mana TNI dimandatkan hanya untuk mengurusi bidang pertahanan dan kepolisian ditugaskan untuk mengurusi keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan justru urusan sipil.
“Dampaknya tidak hanya bagi demokrasi, ini juga dapat berdamapak bagi ASN non TNI/Polri. Masuknya TNI/Polri ke struktural ASN tentu akan mengganggu jenjang karir ASN tersebut,” ujarnya.
Sementara Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya menilai ditempatkannya anggota TNI/Polri menjadi ASN membuat dua institusi tersebut menjadi lembaga yang jauh dari profesionalitas. Selain itu, tidak ada kedaruratan yang signifikan sehingga mengharuskan ASN berasal dari TNI/Polri.
“Ditempatkannya TNI/Polri hanya akan memperparah situasi di tengah problematika kedua institusi yang masih menumpuk, khususnya berkaitan dengan kultur kekerasan,” kata Dimas.
KontraS pun, kata Dimas, khawatir jika pendekatan keamanan dan pelibatan pasukan akan semakin masif dilakukan seiring dengan pelibatan TNI menjadi ASN di jabatan tertentu. Sebab dalam berbagai kasus-kasus seperti konflik lahan, pertambangan, dan kasus sumber daya alam lainnya, keterlibatan aparat justru seringkali berujung dengan kekerasan dan kriminalisasi sipil.
Baca halaman berikutnya…