Hibata.id – Provinsi Gorontalo kembali tercatat sebagai salah satu daerah dengan potensi penyebaran paham radikal di Indonesia. Meskipun pernah masuk lima besar nasional pada 2017, tingkat kerawanan terhadap radikalisme di daerah ini masih mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Berdasarkan hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2024, Gorontalo mencatat skor 11,6 poin dalam Indeks Potensi Radikalisme, meningkat dari 10,06 poin pada tahun sebelumnya. Kenaikan angka ini menjadi perhatian serius bagi para pemangku kepentingan di daerah.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Gorontalo, Dr. Funco Tanipu, menjelaskan bahwa peningkatan skor tersebut perlu dimaknai secara menyeluruh dan tidak hanya dilihat dari peringkat semata.
“Gorontalo pernah masuk lima besar daerah dengan potensi radikalisme tertinggi pada 2017. Namun, indeks ini bersifat fluktuatif dan dipengaruhi banyak faktor,” ujar Funco dalam dialog interaktif, Rabu (30/4/2025).
Ia menambahkan bahwa indeks potensi radikalisme mengukur tiga dimensi utama, yakni pandangan, sikap, dan tindakan individu terhadap paham radikal. Survei dilakukan terhadap sekitar 14 ribu responden di 34 provinsi di Indonesia, termasuk Gorontalo.
Menurutnya, karakteristik sosial dan keberagaman budaya yang dimiliki Gorontalo bisa menjadi celah masuknya ideologi menyimpang jika tidak dikelola dengan baik.
“Gorontalo agak rawan bukan karena posisinya tinggi dalam indeks, tetapi karena keberagaman sosialnya yang rentan disusupi ideologi tertentu,” tegasnya.
FKPT Gorontalo, lanjut Funco, terus menggandeng tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap penyebaran paham radikal. Upaya ini dinilai penting guna menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan kebal terhadap infiltrasi ideologi ekstrem.
Sementara itu, tokoh masyarakat Gorontalo, Muksin Brekat, mengingatkan pentingnya kewaspadaan kolektif dalam menghadapi ancaman ideologi yang menyimpang dari nilai agama dan hukum negara.
“Dalam menyikapi berbagai ajaran, kita harus memiliki filter nilai. Jangan sampai keyakinan itu justru bertolak belakang dengan ajaran agama yang damai dan hukum negara yang menjamin persatuan,” ujar Muksin.
Ia juga mendorong pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat pengawasan terhadap penyebaran ajaran yang berpotensi memecah belah dan melemahkan semangat kebangsaan.
“Ancaman radikalisme tidak bisa ditangkal hanya oleh aparat. Diperlukan keterlibatan semua pihak—pemerintah, tokoh masyarakat, hingga warga biasa—untuk menciptakan lingkungan yang aman, harmonis, dan saling menghormati,” pungkasnya.
Dengan potensi kerawanan yang masih ada, sinergi antarpihak dan peningkatan kesadaran publik menjadi kunci untuk menangkal berkembangnya paham radikal di Provinsi Gorontalo.