Hibata.id – Kabupaten Pohuwato kini menghadapi krisis lingkungan yang semakin parah. Sungai-sungai yang dulu menjadi sumber kehidupan kini tercemar oleh limbah tambang. Hutan-hutan yang seharusnya menjadi warisan bagi generasi mendatang semakin habis terkikis, meninggalkan tanah tandus yang tidak lagi produktif.
Di wilayah seperti Popayato, masyarakat bahkan berjuang untuk mendapatkan air bersih, yang seharusnya menjadi hak dasar mereka. Namun, tambang ilegal yang semakin merajalela terus mengancam kehidupan mereka, sementara aparat penegak hukum tampak tak berdaya menghadapi para mafia tambang.
Undang-Undang Minerba, yang seharusnya menjadi alat untuk memberantas pertambangan tanpa izin, tampak hanya sekadar kumpulan kata di atas kertas—ada, tetapi tidak diterapkan. Aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi rakyat justru diam, seakan tunduk pada kekuasaan para pemilik modal.
Jika hukum benar-benar ditegakkan, tidak akan ada ruang bagi tambang ilegal untuk terus beroperasi. Namun kenyataannya, aktivitas ilegal yang gunakan alat berat ini terus berlangsung dan beroperasi, seolah mendapatkan perlindungan dari pihak tertentu.
Di tengah situasi yang semakin buruk, Aliansi Masyarakat Melawan (AMM) yang dipimpin oleh Syahril Razak melancarkan ultimatum keras kepada Kapolda Gorontalo yang baru, Irjen Pol Eko Wahyu Prasetyo.
“Kapolda harus menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat dengan menindak tegas seluruh aktivitas tambang ilegal. Kami beri batas waktu 100 hari pertama masa jabatannya. Jika gagal, lebih baik mundur!,” kata Syahril Razak yang juga Ketua Bidang Hikmah DPD IMM Gorontalo.
Tak hanya Kapolda, Kapolres Pohuwato yang baru juga mendapat sorotan. Menurut Syahril, Kabupaten Pohuwato ini telah menjadi pusat kehancuran lingkungan akibat tambang ilegal yang terus dibiarkan beroperasi. Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam.
“Popayato kini menghadapi krisis air bersih. Ini bukan sekadar isu lingkungan, ini menyangkut kelangsungan hidup. Kami ingin melihat apakah kepemimpinan baru ini benar-benar berpihak kepada rakyat atau justru hanya menjadi boneka bagi mafia tambang,” ucapnya.
Tuntutan AMM bukan sekadar ancaman kosong. Mereka siap turun ke jalan jika dalam 100 hari tidak ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Ia menegaskan, pihaknya tidak butuh janji, tapi butuh tindakan.
“Jika dalam 100 hari tidak ada perubahan signifikan, maka masyarakat Gorontalo akan bersuara lebih keras lagi. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” pungkasnya.
Kini, masyarakat Pohuwato menunggu, apakah Kapolda dan Kapolres yang baru akan berpihak kepada rakyat? Ataukah mereka akan menjadi bagian dari lingkaran hitam yang membiarkan mafia tambang terus menghancurkan negeri ini?.
“Jawabannya akan terlihat dalam 100 hari ke depan. Jika keadilan tak kunjung datang, maka rakyat yang akan turun tangan,” cetusnya.