Lingkungan

Petani Sawit di Buol Hentikan Operasional Kebun Plasma PT. HIP

×

Petani Sawit di Buol Hentikan Operasional Kebun Plasma PT. HIP

Sebarkan artikel ini
Aksi petani pemilik lahan program plasma perkebunan sawit yang bermitra dengan PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) yang menghentikan operasional kebun pada Senin 8 Januari kemarin. (Foto: Forum Petani Plasma Buol)
Aksi petani pemilik lahan program plasma perkebunan sawit yang bermitra dengan PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) yang menghentikan operasional kebun pada Senin 8 Januari kemarin. (Foto: Forum Petani Plasma Buol)

Ia bilang, lahan-lahan yang dikerjasamakan untuk pembangunan kebun plasma merupakan lahan hak milik masyarakat berupa; lahan usaha dua (LU.2) Transmigrasi, lahan Transmigrasi Swa Mandiri (TSM), lahan ulayat dan lahan-lahan produktif masyarakat.

Baca juga: Petani Sawit di Buol akan Menghentikan Sementara Operasional Kebun Plasma di PT. HIP

Ia menyayangkan, setiap hari kebun-kebun plasma itu menghasilkan hingga ratusan ton Tandan Buah Segar (TBS) tetapi pemilik lahan tidak diberikan bagi hasil kebun. Sebaliknya, para pemilik lahan justru dibebani hutang yang begitu besar.

“Hutan yang dibebankan ke pemilik lahan hingga mencapai Rp. 590.134.723.530. Sungguh beban utang yang tidak masuk akal,” ucapnya

Terlebih legi, katanya, beban utang juga diberikan kepada dua dari tujuh koperasi yang telah lunas hutang kredit di bank. Ironisnya, pihak PT. HIP justru secara sepihak mengambil sertifikat hak milik (SHM) jaminan utang kredit di Bank yang sudah lunas dan menahan SHM hingga saat ini.

“Pengelolaan kebun plasma melalui manajemen satu atap menjadikan pemilik lahan tidak dilibatkan dalam pengelolaan kebun,” jelasnya

Dengan sistem itu, katanya, pemilik lahan juga tidak memiliki akses informasi mengenai pengelolaan kebun, mulai dari pembangunan kebun, perawatan kebun, hingga hasil panen. Katanya, sistem ini sangat rentan manipulatif.

“Sistem ini diperburuk oleh pengurus-pengurus koperasi yang tidak transparan bahkan bertolak belakang dengan aspirasi pemilik lahan sebagai anggotanya,” cetusnya

Baca juga: Sudah 16 Tahun, Petani Plasma Sawit di Buol Masih Gigit Jari

Ia menjelaskan, praktik kemitraan ini telah menyebabkan para pemilik lahan kehilangan mata pencaharian dari tanah mereka yang dikerjasamakan. Sehingga banyak diantara mereka menjadi buruh tani.

“Termasuk sebagian dari mereka terpaksa menjadi buruh tempel (bantu) yang tidak terdaftar sebagai buruh PT. HIP dan tidak mendapat jaminan keselamatan kerja dan hak-hak lain sebagaimana buruh pada umumnya,” ungkapnya

Pekerjaan itu, terpaksa dilakukan karena tidak ada pilihan lain, meskipun dengan resiko kerja yang berbahaya, dengan pendapatan sangat rendah, hanya rata-rata enam sampai delapan ratus ribu rupiah dalam satu bulan,” sambungnya

**Cek berita, artikel dan konten lainnya di GOOGLE NEWS
Example 120x600