Lingkungan

PETI Dengilo Rusaki Cagar Alam Panua, BKSDA Kerjanya Apa?

×

PETI Dengilo Rusaki Cagar Alam Panua, BKSDA Kerjanya Apa?

Sebarkan artikel ini
Lubang tambang ilegal di Dengilo. Foto: Sarjan Lahay. Mongabay Indonesia
Lubang tambang ilegal di Dengilo. Foto: Sarjan Lahay. Mongabay Indonesia

Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato ternyata sudah masuk wilayah Cagar Alam (CA) Panua, yang merupakan wilayah yang dilindungi melalui Undang-undang.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Hibata.id, sudah ada sekitar puluhan hektar wilayah yang merupakan rumah berbagai spesies ini telah digunduli untuk kepentingan pertambangan emas ilegal.

Diketahui, Cagar Alam Panua ditetapkan pada 25 Februari 1992 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 472/Kpts-II/1992 dengan luasan ± 45.575 hektar. Cagar alam ini berfungsi untuk melindungi maleo, burung tahun, dan babi rusa.

Namun, akibat berbagai tekanan yang dihadapi, termasuk aktivitas PETI, wilayah Cagar Alam Panua mengalami penyusutan signifikan, dari 45.575 hektar menjadi hanya 36.575 hektar sejak tahun 2010.

Baca Juga:  Sampah di Indonesia Jika Ditumpuk Bisa Sampai ke Bulan

Padahal, Cagar Alam Panua ini berfungsi sebagai perlindungan keragaman hayati penting dan sumber tangkapan air bagi masyarakat sekitarnya. Artinya, cagar alam ini memiliki arti penting bagi jenis fauna endemik Sulawesi yang ada di Gorontalo.

Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah II Gorontalo Sjamsuddin Hadju menegaskan bahwa mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini, meskipun dihadapkan pada berbagai keterbatasan sumber daya dan kewenangan.

“Kami sudah beberapa kali melakukan sosialisasi sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsi kami. Meskipun dengan segala keterbatasan, kami tetap berupaya melakukan langkah-langkah, termasuk patroli dan operasi di lapangan,” ujar salah satu perwakilan BKSDA.

Baca Juga:  Krisis Air Bersih di Popayato Akibat PETI, Tapi APH Tutup Mata

Namun, Sjamsuddin mengklaim sebagian besar aktivitas PETI sebenarnya berada di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi Konversi (HPK), bukan di wilayah konservasi Cagar Alam Panua.

“Di Dengilo sendiri, menurut laporan terakhir, hanya tersisa satu kelompok PETI yang informasinya alatnya sedang rusak,” tambahnya.

Meskipun demikian, laporan terbaru dari masyarakat menunjukkan bahwa PETI masih terus beroperasi di kawasan konservasi. Menanggapi hal ini, pihaknya memastikan akan segera mengambil tindakan bersama tim terkait.

Baca Juga:  Kris Wartabone Soroti Lonjakan Jumlah Penambang PETI

“Jika merujuk pada laporan dari Kepala Resort, situasi saat ini masih dalam pemantauan. Insya Allah, setelah bulan Ramadan, kami akan turun langsung ke lokasi bersama tim Gakkum, KPH, dan pihak terkait lainnya untuk menindaklanjuti permasalahan ini,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi PETI yang merambah kawasan konservasi. Upaya ini diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan

“lebih lanjut, menjaga kelestarian Cagar Alam Panua, yang memiliki peran penting bagi ekosistem di wilayah tersebut,” pungkasnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600